Sondag 07 April 2013

Antara Hijab dan Jilbab


 

Assalamu'alaikum....

Apa kimono? Bagaimana bentuknya? Terbuat dari apa? Tanyalah pada orang Jepang, karena mereka yang memilikinya.
Apakah baju bodo itu? Bagaimana bentuknya? Terbuat dari apa? Tanyalah pada orang Makassar, karena mereka yang mengenakannya.
Apakah jilbab itu? Bagaimana bentuknya? Terbuat dari apa? Tanyakan pada orang Arab, karena mereka memiliki istilah itu.


Di Indonesia, kata jilbab telah mengalami pergeseran makna. Jilbab adalah pakaian terusan yang longgar, seperti terowongan, tidak memiliki potongan, yang menutupi seluruh tubuh kecuali tangan. Sedangkan jilbab yang dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah kerudung yang digunakan untuk menutupi kepala. Dalam Al Quran, kerudung disebut sebagai khimar. 
Bagaimana pakaian muslimah yang sesuai dengan syariah Islam? Two pieces, jilbab dan khimar. Silakan baca juga artikel Jilbab Tidak Sama dengan Kerudung! 

Berikut saya ambilkan artikel dari Media Umat.


Antara Hijab dan Jilbab






Banyak Muslimah merasa sudah cukup ketika seluruh tubuhnya telah terbalut dengan pakaian dan sehelai hijab alias kerudung di bagian kepalanya. Padahal itu belum syar’i.
Muslimah seluruh dunia menggelar Hari Hijab Sedunia pada 1 Februari 2013. Hari Hijab Sedunia merupakan suatu gerakan yang digagas oleh Nazma Khan, seorang perempuan asal New York, dan dengan cepat menyebar melalui situs jejaring sosial.
Di Hari Hijab Sedunia, baik perempuan Muslim yang belum menggunakan hijab maupun perempuan non-muslim, diajak untuk menggunakan hijab dan merasakan pengalaman sebagai hijabi (sebutan bagi perempuan yang menggunakan hijab). Tujuannya adalah untuk menghapuskan diskriminasi dan penindasan terhadap orang-orang yang menggunakan hijab.
Di berbagai belahan dunia, perempuan pengguna hijab kerapkali mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan, bahkan kerapkali dikaitkan dengan terorisme. Bahkan, sang penggagas, Nazma Khan, sering diejek sebagai Batman atau Ninja hanya karena menutup kepalanya dengan hijab.
Nazma sendiri tidak menyangka bahwa upayanya ini akan mendapatkan dukungan dari seluruh dunia. Melalui jejaring sosial, informasi mengenai gerakan Hari Hijab sedunia ini tersebar ke puluhan negara, termasuk India, Pakistan Inggris, Australia, Prancis hingga Jerman.
Waspada Eksploitasi
Fenomena maraknya para hijaber, satu sisi memang menggembirakan. Karena ini menunjukkan betapa derasnya keinginan kaum Muslimah dalam menjalankan aturan Islam yaitu menutup aurat. Namun di sisi lain, ketika pemahaman kaum Muslimah terkait hukum Islam ini tidak menyeluruh, yang terjadi justru mereka belum melaksanakan aturan menutup aurat ini dengan sempurna. Parahnya lagi, tren kesadaran menutup aurat ini ditangkap oleh para kapitalis sebagai pasar yang menggiurkan. Lalu terciptalah hijab-hijab fashionable yang seringkali tidak syar’i. Bahkan akhirnya banyak pula para hijaber yang terjerat dalam eksploitasi kecantikan.
Eksploitasi? Ya, karena yang terjadi mereka akhirnya berlomba-lomba menjadi hijaber yang modis dan trendi, mengikuti tren baju Muslimah teranyar, dengan model-model busana Muslimah yang paling up to date.Khususnya di Indonesia, kini sedang dijadikan kiblat mode busana Muslimah sedunia. Maka makin menjamurlah rumah-rumah hijab, house of jilbab, butik jilbab cantik, dll.
Pakaian Muslimah yang Syar’i
Banyak Muslimah merasa sudah cukup ketika seluruh tubuhnya telah terbalut dengan pakaian dan sehelai hijab alias kerudung di bagian kepalanya. Mereka merasa seperti itulah wanita berjilbab, tanpa memperhatikan aturan Islam yang sesungguhnya mengenai syarat pakaian seorang wanita ketika ia keluar rumahnya.
Padahal jika seorang wanita telah mengenakan pakaian yang menutupi seluruh auratnya, belum berarti dia telah berjilbab sehingga dibolehkan mengenakan pakaian itu dalam kehidupan umum, seperti di jalanan umum, atau di sekolah, pasar, kampus, kantor, dan sebagainya. Mengapa? Sebab untuk kehidupan umum terdapat pakaian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’. Jadi dalam kehidupan umum tidaklah cukup hanya dengan menutupi aurat, seperti celana panjang, atau baju potongan, yang sebenarnya tidak boleh dikenakan di jalanan umum meskipun dengan mengenakan itu ia sudah menutup aurat.
Seorang wanita yang mengenakan celana panjang atau baju potongan memang telah menutupi aurat. Namun tidak berarti kemudian pakaian itu boleh dipakai di hadapan laki-laki yang bukan mahram, karena dengan pakaian itu ia telah menampakkan keindahan tubuhnya (tabarruj). Tabarruj adalah menampakkan perhiasan dan keindahan tubuh kepada laki-laki asing/non-mahram (izh-haruz ziinah wal mahasin lil ajaanib) (An-Nabhani, 1990 : 104). Oleh karena itu walaupun ia telah menutupi auratnya, akan tetapi ia telah bertabarruj, sedangkan tabarruj itu dilarang oleh syara’.
Pakaian wanita dalam kehidupan umum yang sesuai hukum syara ada dua bagian, yaitu baju bawah (libas asfal) yang disebut dengan jilbab, dan baju atas (libas a’la) yaitu khimar (kerudung). Hal ini telah dinyatakan oleh ayat-ayat Alquran yang sifatnya qath’i (pasti).  Allah SWT berfirman: "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (TQS. Al Ahzab : 59)

Allah SWT juga berfirman : “….dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (khimar) mereka hingga (menutupi) dada mereka…” (QS. An-Nuur : 31).
Dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith karya Dr Ibrahim Anis (Kairo : Darul Maarif) halaman 128, jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (baju terusan), atau “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar’ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).
Jadi, yang diwajibkan atas wanita adalah mengenakan jilbab, yakni kain terusan (dari atas sampai bawah) (Arab: milhafah/mula`ah) yang dikenakan sebagai pakaian luar (di bawahnya masih ada pakaian rumah, seperti daster, tidak langsung pakaian dalam) lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya. Untuk baju atas, disyariatkan khimar, yaitu kerudung atau apa saja yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang baju di dada. Pakaian sejenis inilah harus dikenakan jika hendak keluar menuju pasar-pasar atau berjalan melalui jalanan umum (An-Nabhani, 1990 : 48).
Stop Mengekor Mode
Maka fashion baju Muslimah dan hijaber yang saat ini berkembang sangat jauh dari aturan Islam.  Ini terjadi karena jauhnya Islam dari kehidupan kaum Muslimin, sampai-sampai makna jilbab pun menjadi kabur di tengah masyarakat. Maka sudah sepatutnya, bagi seorang Muslimah ketika dia memutuskan untuk taat kepada Allah dengan menutup auratnya secara sempurna, otomatis akan memutuskan diri dari mengekor fashion yang mementingkan mode.  Dia akan melepaskan diri dari eksploitasi kapitalisme yang memandang bahwa tubuh perempuan adalah komoditas sekali pun telah tertutup auratnya. Jadilah para jilbaber syar’i yang diridlai Allah SWT. (yus)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Antara Hijab dan Jilbab

0 opmerkings:

Plaas 'n opmerking