Sondag 12 Mei 2013

Konsekuensi Cinta Nabi Muhammad SAW

Ketika ditanya, apakah kamu mencintai Rasulullah Muhammad SAW? Sebagai orang yang mengaku Islam, pasti akan menjawab, ya, saya cinta. Lalu, apa yang perlu dilakukan untuk membuktikan cinta itu? Membaca shalawat? Ya, betul. Puasa senin-kamis? Sangat bagus. Apalagi?






Oleh Ustadz Ahmad Zarkasih

Nabi Muhammad saw telah meninggal 14 abad yang lalu. Jasadnya terjaga dan pasti dijaga oleh Allah saw, sebagaimana Allah juga menjaga namanya tetap dikumandangkan dan terus digandengkan bersama Nama-Nya. Begitu juga Allah menjaga kehormatan dan kemualiaannya. Dan Allah SWT menjamin itu semua. 

Film-film dan media yang belakangan banyak menghina dan mencaci Nabi Muhammad saw sejatinya bukan untuk menghina Nabi directly, mereka tahu bahwa Nabi telah wafat. Jadi bukan tujuan mereka untuk menghina yang telah tiada. Ya memang bisa dikatakan begitu tujuannya, tapi yang lebih menjadi target ialah menyulut api kemarahan ummat Muhammad SAW itu sendiri. Memancing emosi umat Islam. 

Film IOM yang berkualitas sinematografi buruk dengan hasil dubbing jelek dan juga kualitas gambar ecek-ecek itu setidaknya berhasil mengobok-ngobok perut umat Islam didunia (walaupun cuma 50% nya saja) sehingga mengekspresikan kamarahan atas penghinaan yang dilakukan terhadap Nabi tercinta. dibeberapa negara korban berjatuhan, kerusuhan 
terjadi menggeliat hampir di seluruh negara berbasis muslim. Dan memang ini yang diingingkan oleh mereka. 

Semakin banyak keributan yang menjurus ke anarkisme soal menanggapi film jelek tersebut, justru akan MELEGITIMASI kampanye mereka yang bilang kalau muslim itu anarki. Mereka semakin senang karena semakin nyatalah apa yang selama ini mereka opinikan, padahal jelas Islam tidak begitu. Emosi yang tidak terkontrol degan baik, pasti berujung pada hasil yang sangat buruk, siapapun dia orangnya, tanpa memandang agama yang dianut. 

JANGAN MARAH! HAH? 

Justru ini pernyataan yang keliru, sangat keliru. Bagaimana bisa seorang yang mengaku beriman kepada Allah swt dan mengaku cinta agama Islam tapi menanggapi pencitraan buruk serta penghinaan terhadap kehormatan agamanya sendiri dia diam saja, dan bilang "cuek aja lah". 

Kemarahan adalah suatu keniscayaan LAZIM yang akan timbul dari dalam jiwa seorang yang mengaku cinta dan beriman. Tidak disebut cinta dia yang tidak marah ketika orang yang dicintainya mendapat hinaan dan ejekan. Mana cintanya kalau begitu. Penghinaan kepada Nabi itu berarti penghinaan kepada kehormatan agama yang juga berarti penghinaan kepada 
Allah swt. Jika diam saja, apa artinya beriman? 

Tapi menjadi keliru juga kalau hanya berhenti sampai marah saja! Cintanya hanya kalau Nabinya dihina, ini juga keliru! Sama saja seperti kebanyakan orang Indonesia yang marah tidak kepalang ketika mendengar ada budaya negerinya yang diakui oleh negara tetangga. Padahal seumur-umur dia tidak pernah tau ada budaya itu diIndonesia, gayanya lebih suka kebarat-barat-an dengan dandanan ala artis hollywood, barang yang dipakai pun bermerk luar negeri, malu kalau make merk dalam negeri. Bahasanya pun sok-sok inggris, ngga lisan ngga tulisan ditiwit atau medsoc lainnya, mencibir kalau lihat mereka yang sedang gigih melestarikan budaya daerah masing-masing. 

Tapi ketika tau itu diakui negara lain dia marah sejadi-jadinya seakan-akan dia paling cinta dengan negerinya sendiri. Kemarin-kemarin kemana aja mas? Hmmm cinta macam apa yang seperi ini? 

Muslim tidak seperti itu. Cintanya kepada Nabi saw itu suatu konsekuensi keimanan kepada Allah. Mengaku cinta kepada Allah, ya harus cinta Nabi-Nya (lihat Ali Imron 31). Dalam al-quran nama Allah selalu bergandengan dengan nama Nabi-Nya. Perintah imam dan taat kepada Allah selalu bergandeng dengan Perintah serupa kepada Nabi-Nya. Jadi tidak disebut iman kalau cuma hanya sepihak. Seprti orang Yahudi yang beriman kepada Allah tapi tidak mengakui Nabi Muhammad, mereka 
itu "maghdub" (yang dibenci/laknat). Dan juga "Dhollun"(yang sesat) yaitu orang-orang Nasrani yang mengimani Allah tapi mereka juga mengakui Isa Alayh Salam sebagai tuhan. 

Jadi kemarahan ketika simbol agama dipermainkan itu suatu keniscayaan atas sebuah keimanan. Yang tidak marah, justru mereka itulah yang patut dipertanyakan keimanannya. Tapi kemarahan itu tidak sampai menjurus ke anarki, kerena sedikitpun tidak ada kata "anarki" dalam kamus syariah. Apalagi sampai membunuh. 

Nah kecintaan itu sebaiklnya tidak berhenti pada kemarahan semata. Justru kecintaan itu harus diimplemntasikan dengan semakin giatnya kita mempelajari kehidupan kanjeng Nabi yang kita cintai tersebut. Tak ada gunanya kora-koar sana sini marah dan mengaku cinta kepada Nabi tapi ketika ditanya "siapa paman Nabi yang terus menerus membela dakwah nabi?" Terus diam diam saja karena tak tahu apa jawabannya! Cinta yang palsu! 

Nah momentum kemarahan ini sebaiknya dan memang seharusnya menjadikan kita lebih mengetahui dan mendalami siapa itu sosok yang kita bela. Karena bagaimana bisa kita mengatakan "saya cinta laila", padahal sama sekali kita tidak tahu siapa itu Laila, rumahnya dimana? Asli mana? Anak siapakah Laila itu?. 

Disadari atau tidak, banyak dari pamuda muslim yang sama sekali tidak tahu sejarah Nabi nya, bagaimana kehidupannya dan bagaimana tingkah laku juga kepribadian luhurnya, siapa keluarganya? Ketika ditanya "sebutkan 3 pemain klub MU?" Dia akan jawab sebelas pemain klub tersebut beserta 7 pamin cadangannya dan juga pelatihnya, bahka nama 
stadionnya pun tidak dilupakan. Tapi ketika ditanya "sebutkan 2 anak laki-laki Nabi?" Satu pun tak bisa dijawabnya. Ini kan miris. Mengaku cinta, berdiri paling depan kalau demo anti amerika, paling ketus kalau membela jemaah pengajiannya yang berlabelkan "muhibbur-Rasul", tapi pengetahuan nihil soal Nabi saw!bagaimana bisa? 

Para Ulama mengatakan : "Al-Ma'rifatu Asasul-Mahabbah". Pengenalan itu pangkal dari Cinta. Karena itu kita KUDU kenal Nabi saw. 

Ayo kembali kita mempelajari siroh (sejarah) Nabi saw. Buka kembali lembar-lembar sejarah Islam. Datangi pengajian dan majlis-majlis produktif, bukan yang isinya cuma ginjing sana sini. Pelajari kehidupannya, resapi nilai-nilainya, tanamkan dalam diri keteladannya, hidupkan sunnahnya, sebarkan ajarannya. Dengan begitu kita menjadi muslim yang insyaAllah telah mendapat janji beliau saw: 

"Siapa yang menghidupkan sunnahku, berarti ia cinta kepada ku, siapa yang cinta kepada ku, bersama ku nanti di surga" (HR. Tirmidzi) 

Saya mengajak diri pribadi juga pembaca sekalian yang budiman, ayo Periksa kembali, apakah kita benar-benar telah menjalankan sunnahnya SAW. Sudahkah kita hidup sesuai petunjuknya, benarkan cinta kita kepada Allah dan Rasul menjadi cinta dari segala cinta kita? 

Sebaik-baik pedoman itu Al-quran dan sebaik-baik teladan itu Nabi Muhammad SAW. Dengan berpegang kepada kitab dan sunnah belaiu saw. Niscaya musuh-musuh Islam pun takut kepada kita karena keteguhan kita berpagang kepada keduanya. InsyaAllah. 

Wallahu A'lam

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Konsekuensi Cinta Nabi Muhammad SAW

0 opmerkings:

Plaas 'n opmerking